Ada kebanggaan yang dirasakan orang tua ketika anaknya
dinyatakan bisa membaca dan menulis saat memasuki sekolah dasar atau bahkan
taman kanak-kanak, kita mengalaminya. Saat di usia itu kita membaca huruf apa saja
yang kita lihat, kita juga menulis apa saja yang apa yang ingin kita tulis,
bisa abjad, angka, garis-garis aneh,atau
apa pun yang kita ingin tulis. Ketika melakukan itu kita merasa senang,
seolah-olah itu terjadi mengalir saja.
Lalu bagaimana dengan kita yang sekarang? Sebagian dari kita sudah meninggalkan
kebiasaan itu. Sebagian dari kita hanya membaca ketika besok ada ujian. Sebagian dari kita hanya membaca
karena besok ada presentasi. Sebagian
dari kita hanya menulis karena ada tuntutan dari luar, bukan dari dalam.
Kemanakah kebiasaan masa kecil yang tulus itu? Apa kebiasaan itu terbelenggu
karena problematika hidup? Jawabannya: Ya. Mereka melupakan kebiasaan membaca
dan menulis karena beban hidup, mereka tidak sempat lagi melakukan kebiasaan
yang menurut saya kebiasaan yang mereka lupakan adalah jalan keluar dari beban
hidup itu sendiri. Membaca dan menulis adalah kunci gembok belenggu beban
mereka.
Saya sadar ketika saya
menulis ini, saya merasa seperti menceramahi diri sendiri. Dan dari tulisan ini saya ingin mengubah diri
sendiri dan orang banyak. Membuka pandangan mereka terhadap dunia
membaca dan menulis. Saya membaca untuk melatih diri, melihat dunia, bercermin,
dan memenuhi kebutuhan batin saya. Saya menulis untuk menuangkan keluh kesah, imajinasi, pemikiran,
apa pun yang harus saya tuangkan ke tulisan. Dan penuangan itu juga adalah
suatu kebutuhan.
Bagi
saya membaca dan menulis adalah kebutuhan selain makan, minum, rasa aman dan
lain-lain. Membaca dan menulis adalah kewajiban yang harus saya penuhi. Saya
membaca untuk menulis, saya menulis untuk hidup
Dengan membaca, saya bisa mengetahui isi dunia ini. Dengan menulis, kita
mewariskan dunia ini. Membaca dan menulis adalah kebutuhan dan kebanggaan.
No comments:
Post a Comment